Senin, 06 Maret 2017

DESIGNING SHARIA CONTRACTS

NAMA : DESY KURNIANSIH
NPM     : 1401270079
KELAS : VI B PBS PAGI

DISIGNING SHARIA CONTRACS

A.           MEMAHAMI KARAKTERISTIK KEBUTUHAN NASABAH
I.     Objek
Apabila objek pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah berupa barang, harus dilihat dari sisi apakah barang tersebut ready stock atau goods in process. Jika barang tersebut ready stock, pembiayaan yang layak untuk diberikan kepada nasabah adalah pembiayaan murabahah. Namun jika barang tersebut berupa goods in process, harus dilihat lagi dari sisi apakah waktu yang diperlukan dalam proses barang tersebut pendek atau panjang. Jika proses barang tersebut berjangka pendek maka pembiayaan yang dapat diberikan adalah pembiayaan salam dengan asumsi nasabah akan mampu menyelesaikan kewajibannya dalam satu kali pembayaran sekaligus. Namun, jika proses barang tersebut berjangka panjang, pembiayaan yang dapat diberikan adalah pembiayaan istishna’ dengan asumsi nasabah baru akan mampu menyelesaikan kewajibannya setelah melakukan beberapa kali pembayaran.

II.  Kegunaan
1.      Modal Kerja
Jika kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk modal kerja, maka harus dilihat apakah nasabah telah mempunyai kontrak dengan pihak ketiga atau tidak. Jika nasabah telah mempunyai kontrak, yang harus ditelaah adalah apakah pembiayaan tersebut digunakan untuk pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika untuk pekerjaan konstruksi, pembiayaan yang dapat diberikan bank syariah adalah pembiayaan istishna’. Namun, jika untuk pengadaan barang, pembiayaan yang dapat diberikan bank adalah pembiayaan mudharabah, kecuali pembiayaan produktif usaha berskala kecil. Pengecualian ini dilakukan hanya sebagai sebuah strategi bagi bank untuk menghindari risiko yang tinggi. jika nasabah belum mempunyai kontrak, yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut digunakan untuk ready stock atau goods in process. Jika untuk ready stock, pembiayaan yang diberikan bank syariah adalah murabahah. Namun jika untuk goods in process, maka harus dilihat lagi dari sisi waktu proses barang memerlukan waktu yang pendek atau panjang. Jika pendek, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Namun, jika panjang maka diberikan pembiayaan istishna’.

2.      Investasi
Dalam hal kegunaan barang atau jasa tersebut digunakan untuk investasi, yang dilihat apakah pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk ready stock atau goods in process. Jika untuk ready stock, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut berjangka panjang atau pendek. Jika iya, pembiayaan yang diberikan bank adalah pembiayaan Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT). Namun jika tidak berjangka waktu panjang, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Jika pembiayaan investadi tersebut bukan dimaksudkan untuk ready stock, melainkan untuk goods in process, maka harus dilihat lagi dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu pendek atau panjang. Jika berjangka waktu pendek pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam. Tetapi, jika barang tersebut memerlukan waktu yang panjang, maka diberikan pembiayaan istishna’.
Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah adalah bukan untuk kegiatan produktif, melainkan konsumtif, harus dilihat dari sisi apakah pembiayaan tersebut berbentuk pembelian barang atau jasa. Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah barang tersebut berbentuk ready stock atau goods in process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun, jika berbentuk goods in process, yang harus dilihat berikutnya adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan waktu pendek atau panjang. Jika waktu pendek maka yang diberikan pembiayaan salam. Tetapi jika waktunya panjang maka yang diberikan adalah pembiayaan istishna’. Jika pembiayaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi  kebutuhan nasabah dalam bidang jasa, pembiayaan syariah yang dapat diberikan adalah pembiayaan ijaran.

B.            MEMAHAMI KEMAMPUAN NASABAH
Teknik selanjutnya yang perlu dilakukan untuk mendesain suatu akad pembiayaan syariah adalah memahami kemampuan nasabah. Hal ini yang perlu diperhatikan adalah dari sisi highly predictable, yakni apakah sumber pendapatan nasabah sangat dapat diprediksikan atau tidak. Jika sumber pendapatan nasabah highly predictable, faktor berikutnya yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk pekerjaan konstruksi atau pengadaan barang. Jika pekerjaan konstruksi, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan istishna’. Namun jika untuk pengadaan barang, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan mudharabah, kecuali produksi usaha skala kecil. Jika sumber pendapatan nasabah tidak termasuk ke dalam kategori highly predictable, faktor selanjutnya yang harus dilihat adalah apakah pembiayaan tersebut untuk ready stock atau goods in process. Jika ready stock, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun jika goods in process harus dilihat dari segi waktu proses barang. Jika kurang dari 6 bulan, pembiayaan yang diberikan adalah salam. Namun jika lebih dari 6 bulan maka pembiayaan yang diberikan adalah istishna’.

C.            MEMAHAMI KARAKTERISTIK SUMBER DANA PIHAK KETIGA BAGI BANK
Hakikat dari analisis terhadap kebutuhan sumber dana pihak ketiga ditujukan untuk mendapatkan :
1.      Kepastian bank terhadap pemenuhan cash out bank dalam memberikan pembiayaan dapat tertutupi oleh pembayaran (cash in) dari debitur.
2.      Kepastian bank terhadap kewajiban pemberian bagi hasil yang harus diberikan kepada pemegang dana (pihak ketiga) dapat ditutupi oleh pembayaran (cash in) dari debitur.

Berdasarkan dua tujuan di atas, dalam memahami karakteristik sumber dana pihak ketiga bank harus melakukan analisis arus kas, baik dari sisi cash in bank (berarti juga sebagai cash out debitur) dan arus kas dari sisi cash out bank (berarti juga sebagai cash in debitur).
Cash in bank (cash out nasabah), faktor yang harus diperhatikan adalah apakah ia berbentuk grace periodi atau tidak.
Grace period adalah tenggang waktu yang diberikan bank kepada debitur untuk tidak melakukan pembayaran cicilan sampai waktu tertentu.

D.           MEMAHAMI AKAD FIQIH YANG TEPAT
Teknik terakhir adalah memahami akad fiqih yang tepat. Penerapan sebuah akad pada suatu transaksi juga juga harus memperhatikan karakteristik dari akad yang dimaksud, yakni apakah akad tersebut termasuk ke dalam kategori akad tabarru’ atau akad tijarah. Jika akad tabarru’, bank tidak bisa meminta kompensasi dari nasabah terhadap pelaksanaan suatu transaksi. Jika termasuk tijarah, maka bank berhak memperoleh kompensasi dari nasabah terhadap pelaksanaan transasksi.


Akad pembiayaan modal kerja : Mudharabah 
Skema Mudharabah :

Contohnya :

Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengusaha untuk diusahakan dalam lapangan perniagaan, dengan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara dua belah pihak yaitu shahibul mal dan mudharib.

Contoh praktek di bank
Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan bagi hasil seperti mudharabah, dimana bank bertindak selaku shahibul maalSedangkan pihak nasabah, bertindak selaku pengelola (mudharib), dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dimuka dan apabila rugi ditanggung oleh sahibul maal.

Sumber :http://economicvalueoftime.blogspot.co.id/2012/10/pengertian-skema-dan-contoh-mudharabah_1545.html



(SUMBER BUKU)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar